BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk menelaah bakteri dan jamur di laboratorium, kita
harus dapat menumbuhkan atau mengembangkan bakteri dan jamur tersebut. Adanya
pembiakan bakteri dan jamur dimaksudkan untuk memudahkan pemeriksaan yang akan dilakukan
di dalam laboratorium, sehingga jika sewaktu-waktu kita memerlukan bakteri dan
jamur untuk suatu percobaan, maka bakteri dan jamur tersebut telah tersedia.
Biakkan bakteri dan jamur tersebut dapat disimpan di dalam lemari es untuk
waktu yang lama tanpa ada kerusakan.
Populasi mikroba di alam sekitar kita sangat besar dan kompleks. Ratusan spesies mikroba menghuni bagian tubuh kita, seperti mulut, saluran pencernaan dan kulit. Udara, tanah, dan air yang merupakan komponen alam sebagai tempat tinggal kita juga dihuni oleh beragam mikroorganisme (Hadioetomo, 1985).
Untuk mempelajari mikroba, kita perlu membiakkannya pada media terlebih dahulu. Namun sebelum kita melakukan pembiakan mikroba, hal yang penting untuk dilakukan adalah melakukan pengambilan sampel. Teknik pengambilan sampel merupakan suatu aspekpenting yangharus diperhatikan ketika melakukan penelitian mikrobiologi. sampel yang diambil haruslah merupakan representasi dari seluruh bagian yang diteliti. Untuk itu diperlukan teknik yang benar agar terhindar dari kesalahan yang mengakibatkan sampel menjadi bias. Setelah itu kita juga harus mengenal tentang pertumbuhan mikroba.
Menurut Benefield dan Randall (1980) pertumbuhan
bakteri sederhana didefinisikan sebagai peningkatan jumlah
mikroorganisme per unit waktu. Kebanyakan bakteri bereproduksi dengan
cara membelah diri, di mana akan terbentuk dua sel baru dari satu sel
induk. Waktu yang dibutuhkan untuk membentuk dua sel baru tersebut
dinamakan waktu generasi. Waktu generasi bervariasi tergantung pada
spesies dan kondisi pertumbuhan, ada yang hanya beberapa menit ada yang
sampai beberapa jam. Jika bakteri ditanam dalam suatu larutan biak, maka
bakteri akan terus tumbuh sampai salah satu faktor kebutuhannya
mencapai minimum dan pertumbuhan menjadi terbatas. Kalau sepanjang
peristiwa ini tidak terjadi tidak terjadi penambahan nutrisi atau
penyaluran keluar produk–produk metabolisme, maka pertumbuhan dalam
lingkungan hidup seperti ini mematuhi hukum– hukum, yang tidak hanya
berlaku bagi organisme bersel tunggal saja, tetapi juga untuk organisme
bersel banyak dengan pertumbuhan yang dibatasi secara genetik (Burrows,
2004).
Berdasarkan
dari penjelasan yang telah dijelaskan di atas, maka praktikum ini
penting dilakukan agar mahasiswa mampu mengetahui cara melakukan pengambilan sampel mikroba dan mampu membiakkan mikroba dengan baik dan benar.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Mempelajari langkah-langkah pengambilan sampel
2. Mempelajari koloni mikroba pada media agar padat.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
Di alam populasi mikroba tidak terpisah sendiri menurut jenisnya,
tetapi terdiri dari campuran berbagai macam sel. Di dalam laboratorium
populasi bakteri ini dapat diisolasi menjadi kultur murni yang terdiri
dari satu jenis yang dapat dipelajari morfologi, sifat dan kemampuan
biokimiawinya. Dalam pengaplikasiannya dikenal banyak teknik dalam pengambilan sampel. Dapat dilihat dibawah teknik-teknik berikut:
Sebelum melakukan isolasi terlebih dahulu dilakukan pengambilan sampel. Berikut merupakan prosedur pengambilan sampel.
1. Sampel tanah
Jika mikroorganisme yang diinginkan kemungkinan berada di dalam
tanah, maka cara pengambilannya disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan.
Misal jika yang diinginkan mikroorganisma rhizosfer maka sampel diambil
dari sekitar perakaran dekat permukaan hingga ujung perakaran.
2. Sampel udara
Jika mikroba yang diinginkan adalah berada di udara sekitar, misalnya
di kamar mandi, ruangan dan lain-lain, maka caranya hanya dengan
membuka tutup cawan petri yang berisi media steril selama ±5 menit.
3. Sampel air
Pengambilan sampel air bergantung kepada keadaan air itu sendiri.
Jika beerasal dari air sungai yang mengalir maka botol dicelupkan miring
dengan bibir botol melawan arus air. Bila pengambilan sampel dilakukan
pada air yang tenang, botol dapat dicelupkan dengan tali, jika ingin
mengambil sampel dari air keran maka sebelumya keran dialirkan dulu
beberapa saat dan mulut kran dibakar.
2.2
Fase Pertumbuhan Bakteri
Pertumbuhan
mikroba dalam suatu medium mengalami fase-fase yang berbeda, yang
berturut-turut disebut dengan fase lag,
fase exponensial, fase stasioner, dan fase kematian. Pada fase kematian
exponensial tidak diamati pad kondisi umum pertumbuhan kultur bakteri, kecuali
bila kematian dipercepat dengan penambahan zat kimia toksik, panas atau radiasi
(Sofa, 2008).
Fase lag merupakan fase yang dilakukan mikroorganisme
untuk beradaptasi dengan lingkungannya yang baru sebelum memulai pertumbuhan.
Waktu yang dibutuhkan untuk berkembang biak cukup lama, kecepatan pertumbuhan
berada pada titik yang rendah mendekati nol dengan waktu generasi yang panjang.
Ukuran serta kecepatan aktivitas metabolisme berada pada kondisi maksimum. Fase
log akan pendek jika inokulum yang dipakai adalah bakteri pada pertumbuhan
eksponensial dan media memiliki komposisi yang sama dengan media pertumbuhan
sebelumnya. Inokulasi bakteri pada fase stasioner atau inokulasi ke media
dengan komposisi berbeda akan menghasilkan fase lag sepuluh sampai dua puluh
jam lebih lama. Fase lag mengindikasikan waktu yang diperlukan bakteri untuk
mensintesis enzim yang dibutuhkan dalam metabolisme nutrisi baru. Setelah
aklimatisasi sel akan mengalami fase percepatan pertumbuhan eksponensial, di
mana nutrisi digunakan untuk membentuk materi sel baru. Pada tahap ini waktu
yang dibutuhkan untuk berkembang biak semakin pendek dan terjadi peningkatan
kecepatan pertumbuhan (Adam, 2001).
Pada tahap fase eksponensial ini waktu yang dibutuhkan untuk berkembang biak atau waktu generasi berada pada kondisi minimal atau konstan, kecepatan pertumbuhan spesifik berada pada kondisi maksimal atau konstan. Terjadinya kondisi ini ditandai dengan nilai DNA/sel, RNA/sel, protein/sel dan kerapatan sel berada pada kondisi konstan, sedangkan untuk ukuran sel biasanya minimum. Karena kecepatan pembelahan diri relatif konstan maka tahap ini paling cocok untuk menetapkan kecepatan pembelahan diri dan kecepatan pertumbuhan. Selain dapat juga digunakan untuk mempelajari faktor – faktor lingkungan dan untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme dalam menggunakan substrat (Burrows, 2004).
Pada fase ini nutrien telah habis, konsentrasi tinggi dari hasil metabolisme yang bersifat toksik, serta mempunyai kepadatan populasi yang tinggi. Fase stasioner merupakan fase keseimbangan antara pertumbuhan dan kematian sel. Sebenarnya dalam fase ini sel berada pada tahap tidak melakukan aktivitas (suspended animation), dengan berakhirnya fase stasioner akan diikuti dengan mulainya fase kematian. Pada fase ini proses metabolisme berhenti, laju kematian meningkat dan ada kemungkinan sel – sel dihancurkan oleh pengaruh enzim yang berasal dari sel itu sendiri (autolisis). Ketika proses lisis terjadi nutrien intraselular terlepas ke dalam medium yang kemudian dapat digunakan oleh mikroorganisme lain yang masih hidup (Adam, 2001).
Pada tahap fase eksponensial ini waktu yang dibutuhkan untuk berkembang biak atau waktu generasi berada pada kondisi minimal atau konstan, kecepatan pertumbuhan spesifik berada pada kondisi maksimal atau konstan. Terjadinya kondisi ini ditandai dengan nilai DNA/sel, RNA/sel, protein/sel dan kerapatan sel berada pada kondisi konstan, sedangkan untuk ukuran sel biasanya minimum. Karena kecepatan pembelahan diri relatif konstan maka tahap ini paling cocok untuk menetapkan kecepatan pembelahan diri dan kecepatan pertumbuhan. Selain dapat juga digunakan untuk mempelajari faktor – faktor lingkungan dan untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme dalam menggunakan substrat (Burrows, 2004).
Pada fase ini nutrien telah habis, konsentrasi tinggi dari hasil metabolisme yang bersifat toksik, serta mempunyai kepadatan populasi yang tinggi. Fase stasioner merupakan fase keseimbangan antara pertumbuhan dan kematian sel. Sebenarnya dalam fase ini sel berada pada tahap tidak melakukan aktivitas (suspended animation), dengan berakhirnya fase stasioner akan diikuti dengan mulainya fase kematian. Pada fase ini proses metabolisme berhenti, laju kematian meningkat dan ada kemungkinan sel – sel dihancurkan oleh pengaruh enzim yang berasal dari sel itu sendiri (autolisis). Ketika proses lisis terjadi nutrien intraselular terlepas ke dalam medium yang kemudian dapat digunakan oleh mikroorganisme lain yang masih hidup (Adam, 2001).
Gambar 2.1 KurvaPertumbuhan Bakteri (Adam, 2001)
2.3
Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri
Bakteri dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan yang lembap. Jika keadaan lingkungan menjadi kering, kegiatan metabolismenya terhenti. Dalam keadaan ini bakteri akan membentuk spora yang dapat bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama. Sel bakteri mempunyai tekanan osmosis tertentu, sehingga menghendaki lingkungan yang tekanan osmosisnya sama dengan tekanan osmosis sel (isotonis). Jika sel bakteri berada pada lingkungan yang hipertonis (misalnya dalam larutan gula/garam yang pekat) pertumbuhannya akan terhambat karena dapat menyebabkan plasmolisis, yaitu terlepasnya membran sel dari dinding sel (Burrows, 2004).
Namun demikian beberapa jenis bakteri diketahui dapat menyesuaikan diri terhadap kadar garam atau kadar gula yang tinggi. Bakteri yang dapat hidup di lingkungan yang berkadar garam tinggi disebut bakteri halofil, misalnya Halobacterium. Setiap jenis bakteri menghendaki pH tertentu untuk dapat tumbuh optimum. Hal ini berkaitan dengan batas pH bagi kerja enzim. Derajat keasaman di luar batas nilai optimum menyebabkan kerusakan pada enzim, sehingga metabolisme sel terganggu (Cappuccino, 2000).
Beberapa jenis bakteri dapat hidup dengan baik pada pH tinggi (lingkungan bersifat basa) maupun pada pH rendah (lingkungan bersifat asam), namun kebanyakan bakteri memerlukan pH antara 6,5 – 7,5. Thiobacillus ferrooxidans dapat tumbuh dengan baik pada pH 1,3.Pada umumnya radiasi cahaya menyebabkan kerusakan pada bakteri nonfotosintetik. Cahaya dengan panjang gelombang yang pendek jika dipaparkan pada bakteri akan menyebabkan ionisasi komponen sel yang dapat berakibat pada kematian. Oleh karena itu energi radiasi dari sinar X, sinar gamma, dan sinar ultraviolet banyak digunakan untuk sterilisasi bahan makanan. Beberapa bahan kimia seperti antibiotik dan desinfektan dapat merusak dan mematikan sel bakteri, sehingga keberadaan bahan kimia dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Cappuccino, 2000).
Bakteri dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan yang lembap. Jika keadaan lingkungan menjadi kering, kegiatan metabolismenya terhenti. Dalam keadaan ini bakteri akan membentuk spora yang dapat bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama. Sel bakteri mempunyai tekanan osmosis tertentu, sehingga menghendaki lingkungan yang tekanan osmosisnya sama dengan tekanan osmosis sel (isotonis). Jika sel bakteri berada pada lingkungan yang hipertonis (misalnya dalam larutan gula/garam yang pekat) pertumbuhannya akan terhambat karena dapat menyebabkan plasmolisis, yaitu terlepasnya membran sel dari dinding sel (Burrows, 2004).
Namun demikian beberapa jenis bakteri diketahui dapat menyesuaikan diri terhadap kadar garam atau kadar gula yang tinggi. Bakteri yang dapat hidup di lingkungan yang berkadar garam tinggi disebut bakteri halofil, misalnya Halobacterium. Setiap jenis bakteri menghendaki pH tertentu untuk dapat tumbuh optimum. Hal ini berkaitan dengan batas pH bagi kerja enzim. Derajat keasaman di luar batas nilai optimum menyebabkan kerusakan pada enzim, sehingga metabolisme sel terganggu (Cappuccino, 2000).
Beberapa jenis bakteri dapat hidup dengan baik pada pH tinggi (lingkungan bersifat basa) maupun pada pH rendah (lingkungan bersifat asam), namun kebanyakan bakteri memerlukan pH antara 6,5 – 7,5. Thiobacillus ferrooxidans dapat tumbuh dengan baik pada pH 1,3.Pada umumnya radiasi cahaya menyebabkan kerusakan pada bakteri nonfotosintetik. Cahaya dengan panjang gelombang yang pendek jika dipaparkan pada bakteri akan menyebabkan ionisasi komponen sel yang dapat berakibat pada kematian. Oleh karena itu energi radiasi dari sinar X, sinar gamma, dan sinar ultraviolet banyak digunakan untuk sterilisasi bahan makanan. Beberapa bahan kimia seperti antibiotik dan desinfektan dapat merusak dan mematikan sel bakteri, sehingga keberadaan bahan kimia dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Cappuccino, 2000).
2.4 Media Pertumbuhan Bakteri
Media pertumbuhan
mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat makanan
atau nutrisi yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya.
Mikroorganisme khususnya bakteri memanfaatkan nutrisi di dalam media berupa
molekul-molekul terkecil yang dirakit untuk menyusus komponen sel. Dengan
media, pertumbuhan dapat dilakukan dengan isolasi mikroorganisme menjadi kultur
murni, juga memanipulasi komposisi media pertumbuhannya. Bahan dasar adalah air
sebagai pelarut dari agar dimana agar tersebut berfungsi sebagai pemadat media
(Soni, Ahmad, 2010).
Bahan yang
didinokulasikan pada medium tersebut disebut inoculum. Dengan menginokulasi
medium agar nutrient (nutrient agar) dengan metode cawan gores atau dengan
metode cawan tuang. Sel-sel mikroba akan terpisah sendiri-sendiri. Jika dua sel
pada inoculum asal terlalu berdekatan letaknya pada medium agar, maka koloni
yang terbentuk dari masing-masing sel dapat bercampur dengan sesamanya, atau
paling tidak bersentuhan, jadi massa sel dapt diamati dalam medium agar,
bukanlah suatu biakan yang murni (Pelczar, 2008).
Setiap mikrobia
dapat diinkubasi dengan media tertentu sesuai dengan sifat-sifat karakteristik
biosintesisnya. Media PCA (plate count agar) dan NA (nutrient agar) biasa
digunakan untuk pemupukan bakteri dan media PDA (potato dextrose agar) biasanya
digunakan untuk pemupukan jamur (Fardiaz, 1994).
Penurunan jumlah
bakteri disebabkan oleh perbedaan daya tahan mikroba terhadap kadar garam
sangat bervariasi, tergantung dari sifat dinding sel dan tekanan osmotic
internal mikroorganisme tersebut. Selain itu juga penurunan jumlah total
bakteri ,menunjukkan fase menuju kematian dan fase kematian. Pada fase ini
sebagian populasi jasad renik mulai mengalami kematian karena beberapa faktor
yaitu nutrient di dalam medium sudah habis, dan energy cadangan di dalam sel sudah
habis (Erungan et al., 2009).
2.5 Pengamatan Koloni Mikroba
Karakteristik koloni bakteri hasil isolasi yaitu berdasarkan
(Bergey’s, 2005):
a.
Bentuk koloni (dilihat dari atas) : berupa titik-titik, bulat, berbenang, tak
teratur, serupa akar, serupa kumparan.
b.
Permukaan koloni (dilihat dari samping) : rata, timbul-datar, melengkung,
membukit, serupa kawah.
c. Tepi
koloni (dilihat dari atas) : utuh, berombak, berbelah, bergerigi, berbenang,
keriting.
d. Warna
koloni : keputih-putihan, kelabu, kekuning-kuningan atau hampir bening.
DAFTAR PUSTAKA
Adam,MR. 2001. Microbiology of Fermented Food .Elsivier Applied Science Publisher,Ltd. New York.
Burrows, W., J.M. Moulder, and R.M. Lewert. 2004. Texbook of Microbiology. W.B. Saunders Company. Philadelphia.
Burrows, W., J.M. Moulder, and R.M. Lewert. 2004. Texbook of Microbiology. W.B. Saunders Company. Philadelphia.
Bergey’s. 2005. Manual
of Systematic Bacteriology. Department of Microbiologyand Molecular
Genetics: Michigan State University
Cappuccino,JG.& Sherman,N. 2000. Microbiology: A Laboratory Manual. The Benjamin/Cummings Publishing Company,Inc. California.
Fardiaz, 1994, Mikrobiologi Pangan,
Dirjen Pendidikan Tinggi IPB: Bogor.
Hadioetomo,
R.S. 1985. Mikrobiologi Dasar Dalam
Praktek. Jakarta : PT.Gramedia.
Pelczar, M.J. dan E.C.S. Chan. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press.
No comments:
Post a Comment