Saturday 26 December 2015

PEMBUATAN BIOGAS DARI SAMPAH RESIDU DAN SAMPAH ORGANIK DI TPA TALANGAGUNG KEC. KEPANJEN, KAB. MALANG



PEMBUATAN BIOGAS DARI SAMPAH RESIDU DAN SAMPAH ORGANIK DI TPA TALANGAGUNG KEC. KEPANJEN, KAB. MALANG


Disusun untuk memenuhi tugas akhir semester matakuliah
Mikrobiologi Lingkungan
yang dibina oleh Ibu DR. Hj. Ulfa Utami M. Si



Oleh:
Ahmad Nuruddin Khoiri
NIM. 12620029




UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
JURUSAN BIOLOGI
Mei 2015



BAB I
PENDAHULUAN

Pada bab ini dibahas mengenai (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, dan (3) tujuan penelitian yang dipaparkan sebagai berikut.

1.1              Latar Belakang
Sampah merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi. Dalam Undang-Undang No.18 tentang Pengelolaan Sampah menyatakan definisi sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau dari proses alam yang berbentuk padat.
Tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia yang tinggi mengakibatkan jumlah sampah yang dihasilkan juga bertambah (Damanhuri, 1995). Kondisi ini menjadi masalah yang penting karena pengelolaan sampah di Indonesia masih belum memadai, dimana sampah hanya dikumpul, diangkut lalu dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA). Pengelolaan sampah yang demikian berpotensi mencemari lingkungan dan menurunkan kualitas hidup masyarakat. Salah satu konsekuensi jangka panjang yang tidak kalah penting dari sistem di TPA ini adalah pembentukan emisi gas metan (CH4) yang tidak terkontrol dari tumpukan sampah yang terurai secara aerob dan anaerob, membentuk gas rumah kaca dan berkontribusi terhadap pemanasan global 21 kali lebih besar daripada gas karbon dioksida (CO2) (Deublein dan Steinhauser, 2008). Hal ini tentunya dapat merusak lingkungan. Allah SWT berfirman dalam Qs. Ar-Ruum ayat 41:
  
Artinya: ‘Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Qs. Ar-ruum : 41).

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa kerusakan yang terjadi di bumi ini seperti pemanasan global, kelangkaan energi dunia, dan kerusakan-kerusakan yang lain, semua disebabkan oleh perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab. Sehingga Allah SWT memperingatkan kepada kita agar selalu menjaga lingkungan dan selalu merawat dan mengelolah apa yang ada dibumi ini dengan sebaik mungkin.
Permasalahan pengelolaan sampah yang kurang memadai dapat diminimalkan dengan menerapkan pengelolaan sampah yang terpadu (Integrated Solid Waste Management/ISWM), diantaranya waste to energy atau pengolahan sampah menjadi energi. Salah satu bentuk energi yang dihasilkan dari sampah adalah biogas, yaitu energi terbarukan yang dibuat dari bahan buangan organik berupa sampah, kotoran ternak, jerami, eceng gondok serta bahan lainnya (Yenni dkk, 2012).
Pemanfaatan sampah dan bahan organik lain sebagai penghasil biogas dapat mengurangi jumlah sampah organik yang diangkut ke TPA dan dapat mengurangi emisi gas metan (CH4) sekaligus mengurangi risiko pemanasan global. Selain itu, residu dari proses pembuatan biogas merupakan bahan yang ramah lingkungan dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik (Deublein dan Steinhauser, 2008). Salah satu contoh TPA yang dikelola dengan baik dan berhasil memproses sampah menjadi biogas adalah TPA Talangagung yang berada di Kepanjen, Malang. TPA ini bukan hanya sebagai tempat pembuangan akhir sampah saja namun sebagai tempat pemrosesan ataupun pengolahan sampah. TPA ini juga menjadi salah satu obyek wisata edukasi dan ditetapkan sebagai Desa Mandiri Pro-Iklim. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dilakukanlah observasi dengan judul Pembuatan Biogas dari Samah Residu dan Sampah Organik di TPA Talangagung Kec. Kepanjen, Kab. Malang.

1.2              Rumusan Masalah
            Rumusan masalah dalam observasi ini dipaparkan sebagai berikut.
(1)   Bagaimana profil TPA Talangagung?
(2)   Bagaimana proses pembuatan biogas dari sampah organik?
(3)   Bagaimana peran mikroorganisme dalam pembuatan biogas dari sampah organik?

1.3              Tujuan
            Tujuan dalam observasi ini dipaparkan sebagai berikut.
(1)   Memaparkan profil TPA Talangagung.
(2)   Memaparkan proses pembuatan biogas dari sampah organik.
(4)   Memaparkan peran mikroorganisme dalam pembuatan biogas dari sampah organik.

1.4              Pelaksanaan Observasi
            Observasi mata kuliyah mikroling dengan tema Pembuatan Biogas ini dilaksanakan pada hari Senin, 18 Mei 2015 pukul 11.00-13.00 Wib di TPA Talangagung Kec. Kepanjen, Kab. Malang.




BAB II
PEMBAHASAN

            Pembahasan masalah akan menyajikan tentang (1) gambaran tentang TPA Talangagung, (2) proses pembuatan biogas dari sampah organik, dan (3) peran mikroorganisme dalam pembuatan biogas dari sampah organik yang dipaparkan sebagai berikut.

2.1              Gambaran Tentang TPA Talangagung
            TPA atau Tempat Pembuangan Akhir merupakan tempat dimana sampah mencapai tahapan terakhir dalam pengumpulan serta pengelolaan. TPA harus dikelola dengan baik agar tidak mengganggu daerah ataupun lingkungan yang ada di sekitarnya. Salah satu contoh TPA yang dikelola dengan baik adalah TPA Talangagung yang berada di Kepanjen, Malang. TPA Talangagung merupakan tempat pembuangan akhir sampah dengan luas 3,5 hektar dan terbagi menjadi 3 zona, yaitu zona 1, zona 2, dan zona 3. TPA ini bukan hanya sebagai tempat pembuangan akhir sampah saja namun sebagai tempat pemrosesan ataupun pengolahan sampah. TPA ini juga menjadi salah satu obyek wisata edukasi dan ditetapkan sebagai Desa Mandiri Pro-Iklim.
           Kota atau Kabupaten dengan wilayah yang luas juga membutuhkan lahan yang cukup untuk masalah penumpukan sampah. Berbagai macam inovasi telah banyak dipikirkan oleh pemerintah kota atau kabupaten. Penumpukan sampah pada TPS ataupun TPA harus diimbangi dengan pengolahan sampah yang benar. Sanitary landfill dan control landfill merupakan salah satu system pengolahan sampah yang ramah lingkungan. Kesuksesan dari permasalahan tersebut sudah dibuktikan oleh salah satu TPS yang berada di Kepanjen yaitu TA Talangagung yang menerapkan system persampahan semi sanitary landfill dan semi control landfill. Selain hal positif tersebut, TPA edukasi ini juga mengelolah sampah menjadi kompos serta salah satu yang menggejutkan adalah dengan pemanfaatan gas metan dari timbulan sampah. Sebenarnya pengolahan sampah di Talangagung ini sudah berbasis masyarakat dengan prinsip 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle).
           TPA Talangagung saat ini melayani 13 kecamatan yang ada di Malang dengan penduduk yang terlayani sebanyak 2,7 juta orang. Setiap harinya TPA ini menangani 4.800 kepala keluarga dengan jumlah sampah yang masuk sebanyak 150 m3. Pengangkutan sampah tersebut dengan menggunakan dump truckSampah yang masuk pada TPA Talangagung ini kebanyakan adalah sampah yang 50% telah mengalami fermentasi.
        Pada beberapa tempat kita menemukan sumur dan pipa-pipa yang berfungsi, di TPA Talangagung, pipa berfungsi sebagai penyerapan gas metan dan air lindi. Sedangkan sumur berfungsi sebagai penampung air lindi. Sampah-sampah yang yang nantinya tidak produktif lagi akan ditimbun dan ditutupi dengan tanaman sehingga lahan tak produktif bisa digunakan sebagai RTH. Tumbuhan yang digunakan adalah tumbuhan yang tidak produktif yang artinya tidak menghasilkan sesuatu keuntungan, misalnya buah. Para pengurus telah memperhitungkan beberapa kemungkinan pencemaran air tanah dan menyebarnya air sampah dengan membangun sebuah sumur kontrol yang berada di dekat sungai. Diharapkan TPA Talangagung ini dapat berkembang dan menjadi contoh bagi TPS maupun TPA di Indonesia yang lain.
           TPA Talangagung Kabupaten Malang ini sangat jauh dari gambaran TPA pada umumnya, Banyak hal berbeda yang terdapat di TPA Talangagung ini, TPA ini merupakan salah satu TPA yang dapat dijadikan contoh untuk TPA lainnya. Karena sistem pengelolaan sampah di sini sudah ramah lingkungan. Tidak menimbulkan bau menyengat yang menganggu permukiman sekitar, banyak manfaat yang didapat dari sistem pengelolaan sampah seperti ini, sampah organik dapat diolah menjadi biogas yang dimanfaat sebagai bahan bakar alternatif pengganti elpiji untuk warga sekitar. Pengolahan sampah organik menjadi pupuk melalui proses komposting dan pembuatan pupuk organik plus yaitu pencampuran pupuk komposting dengan pupuk kandang. Limbah sampah di TPA ini juga mampu menghasilkan listrik dengan kapasitas 500 hingga 750 watt. Genset di TPA ini juga memanfaatkan bahan bakar sampah yang mencapai saya 5000 watt.
         Selain itu, di TPA Talangagung ini juga terdapat bank sampah, untuk sampah anorganik yang dapat didaur ulang. Kondisi TPA ini tidak menimbulkan bau sama sekali, terdapat banyak pepohonan yang berfungsi sebagai RTH di TPA Talangagung ini sehingga sangat banyak manfaat yang didapat dari TPA Talangagung ini, diharapkan TPA lainnya dapat mengikuti inovasi TPA ini, sehingga sampah bukan menjadi hal yang terbuang percuma.

2.2              Proses Pembuatan Biogas dari Sampah Organik
            Proses pembuatan biogas yang dilakukan di TPA Talangagung menggunakan bahan dasar sampah residu dan sampah organik, baik berupa  sampah pertanian, sampah rumah tangga, dan sampah yang lain.  Selanjutnya sampah akan ditimbun dengan tanah di zona 3 (zona aktif) secara bertahap selama beberapa waktu, yaitu lapis pertama adalah sampah kemudian ditutup dengan tanah (covering), lapis kedua adalah sampah kemudian ditutup dengan tanah (covering) lagi, dan seterusnya sehingga akan terjadi proses fermentasi dan hasil dari proses fermentasi tidak akan mencemari lingkungan.
            Proses di zona 3 akan menghasilka air lindih yang masih mengandung gas metana (CH4) yang berbahaya dan dapat memicu pemanasan global jika tidak dikelola terlebih dahulu. Menurut Deublein dan Steinhauser (2008), bahwa pembentukan emisi gas metan (CH4) yang tidak terkontrol dari tumpukan sampah yang terurai secara aerob dan anaerob, membentuk gas rumah kaca dan berkontribusi terhadap pemanasan global 21 kali lebih besar daripada gas karbon dioksida (CO2).
           Proses pembentukan gas dalam landfill melibatkan reaksi yang kompleks sehingga laju pembentukan gas akan bervariasi antar-landfill. Laju maksimum dicapai ketika kondisi lingkungan mencapai kondisi optimum yaitu pH mendekati netral, kelembaban cukup, serta temperatur yang moderat. Hal yang paling mengganggu adalah kehadiran oksigen yang akan menghentikan reaksi anaerobik menjadi aerobik. Pada kondisi optimum, stabilisasi sampah berlangsung antara 10-20 tahun yang ditandai dengan berhentinya pembentukan gas. Jika kurang optimum, stabilisasi bisa mencapai 30 tahun.
            Gas yang dihasilkan dari landfill didominasi oleh metana dan karbondioksida. Kandungan metana berkisar antara 45-55% sedangkan karbondioksida berkisar antara 40-50%. Kandungan metana yang lebih tinggi juga pernah dilaporkan. Kombinasi kedua gas bisa mencapai 99% dari semua gas. Walaupun demikian, 1% gas sisanya harus sangat diperhatikan karena bisa bersifat korosif, beracun, ataupun berbau tidak sedap. Dalam kondisi ideal, kalor jenis gas yang dihasilkan bisa mencapai 450-540 BTU/scf atau 113–136 Kilokalori.
            Komposisi gas yang dihasilkan relatif konstan selama puncak pembentukan. Ketika sampah sudah memasuki masa stabilisasi, pembentukan gas mulai menurun secara asimtot. Oleh karena itu, total waktu pembentukan gas sering dinyatakan dalam bentuk waktu paruh. Selama periode penurunan ini, komposisi gas yang dihasilkan relatif tetap. Akan tetapi, laju pembentukan yang menurun ini akan berakibat pada penurunan tekanan dan rembesan udara ke dalam landfill. Oleh karena itu, besar kemungkinan terbawanya nitrogen dan oksigen karena sulit untuk mengambil gas tanpa tercampur dengan udara.
          Sistem pemrosesan gas terdiri atas beberapa sumber gas dan pipa-pipa yang saling terhubung kepada pompa vakum. Saat ini, pengambilan gas dilakukan dengan memasukkan pipa (well) berlubang secara vertikal ke dalam sampah kira-kira hingga ¾ kedalaman landfill. Lubang-lubang itu biasanya kecil-kecil. Lubang-lubang itu akan diisi dengan bebatuan atau kerikil untuk mencegah masuknya sampah. Lubang-lubang diletakkan di bagian bawah pipa untuk mencegah masuknya udara dari luar. Segel beton diletakkan di atas kerikil. Bagian atas diisi dengan tanah.
            Plastik pipa biasanya digunakan sebagai selubung pipa sumber (well). Besi atau baja kurang disukai karena potensial terkorosi serta kecenderungan landfill yang berubah seiring dekomposisi sampah. Material plastik (polimer) yang banyak digunakan adalah polivinil klorida (PVC), polietilen (PE), dan serat kaca (fiberglass) karena lebih tahan korosi dan fleksibel.
            Biogas yang dihasilkan kemudian disalurkan kepada sekitar 165 warga di sekitar TPA atau 75% diedarkan kepada warga dan 25% digunakan untuk operasional di TPA Talangagug. Namun, sebelum diedarkan kepada warga, gas metana harus dimurnikan terlebih dahulu di reaktor pemurnian gas. Proses pemurnian ini dapat meningkatkan hasil gas metan dari 40% menjadi 60%.
             Pemurnian biogas (biogas purifier) ditujukan untuk menaikkan efisiensi kalor agar berkualitas dalam penggunaannya menjadi bahan bakar gas terbarukan ( renewable natural gas/RNG). Alat pemurni gas ini terbuat dari tabung dengan pilihan bahan PVC maupun logam stainless, berisi kantong pellet penyerap (absorbers) CO2, H2S, amoniak dan H2O untuk memurnikan biogas menjadi murni biometan (CH4). Prinsip kerja alat pemurnian biogas ini adalah peran pellet penyerap (absorbers) yang terbuat dari campuran aneka mineral tambang yang teraktivasi dan termodifikasi larutan kimia, antara lain dengan basa kuat NaOH. Pellet penyerap pada tabung dapat diganti per setiap 2 bulan pemakaian. Alat pemurni metan (stainless steel) berkemampuan menahan tekanan gas hingga 10,5 bar, sementara itu dari PVC cukup bagi tekanan maksimal 1,5 bar.
           Pemurnian biogas (methane purifier) berkemampuan menaikan efisiensi kalori serta menaikan atau menambah besaran komposisi metan antara 4% hingga 20% dibanding sebelumnya, dan bersaman dengan itu menurunkan kandungan CO2, H2O dan H2S.
          Proses pembuatan biogas dengan sistem ini kurang optimal dan gas metan yang dihasilkan bergantung pada kondisi lingkungan dan jenis sampah yang digunakan. Hal ini dikarenakan tidak adanya pengaturan faktor lingkungan yang diperlukan dalam pembuatan biogas, seperti suhu dan pH.
        Digester dalam pembuatan biogas ini adalah zona 3, dimana di zona ini hanya ditutp oleh tanah tanpa ada pengaturan pH dan suhu, hanya ada pengaturan kelembapan dengan cara menyiram zona 3 dengan air lindih yang telah mengalami pemurnian. Ketika cuaca berubah, seperti hujan maka air akan masuk ke zona 3 dan dapat merubah ph dan suhu yang ada pada zona 3 tersebut, begitu pula ketika cuaca berubah menjadi panas, maka tingkat kelembapan akan berkurang. Hal ini dapat mengganggu proses pembuatan biogas.
             Keterangan di atas sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Sutrisno (2010) dalam jurnal teknik waktu, bahwa Pada dasamya efisiensi produksi biogas sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor meliputi: suhu, derajat keasaman (pH), konsentrasi asam-asam volatil, nutrisi (terutama nisbah karbon dan nitrogen), zat racun, waktu retensi hidrofik, kecepatan bahan organik, dan konsentrasi amonia.  Beberapa kondisi optimum  proses produksi biogas yaitu:


Tabel 1. Kondisi optimum produksi biogas
Parameter
Kondisi Optimum
Suhu
Derajat Keasaman
Nutrien Utama
Nisbah Karbon dan Nitrogen
Sulfida
Logam-Iogam Berat Terlarut
Sodium
Kalsium
Magnesium
Amonia
35°C
7-7,2
Karbon dan Nitrogen
20/1 - 30/1
< 200 mg/L
< 1 mg/L
< 5000mg/L
< 2000 mglL
< 1200 mg/L
< 1700 mgIL

2.3              Peran Mikroorganisme dalam Pembuatan Biogas dari Sampah Organik
            Penguraian dengan proses anaerobik secara umum dapat disederhanakan menjadi 2 tahap, yaitu tahap pembentukan asam dan tahap pembentukan metana. Pembentukan asam dari senyawa organik sederhana (monomer) dilakukan oleh bakteri penghasil asam yang terdiri dari sub divisi acids/farming bacteria dan asetogenik bakteria. Asam propionat dan butirat diuraikan oleh asetogenik bakteria menjadi asam asetat (Manurung, 2004).
           Pembentukan metana dilakukan oleh bakteri penghasil metana yang terdiri dari subdivisi asetoklastik methane bacteria yang menguraikan asam asetat menjadi metana dan karbondioksida. Karbondioksida dan hidrogen yang terbentuk dari reaksi penguraian di atas, disintesa oleh bakteri pembentuk metana menjadi metana (CH4) dan air (H2O) (Manurung, 2004).
        Proses pembentukan asam dan gas metana dari suatu senyawa organik sederhana melibatkan banyak reaksi percabangan. Mosey (1983) yang menggunakan glukosa sebagai sampel untuk menjelaskan bagaimana peranan keempat kelompok bekteri tersebut menguraikan senyawa ini menjadi gas metana dan karbon dioksida sebagai berikut:

1.    Hidrolisis
Pada   tahapan   hidrolisis,   mikrobia   hidrolitik   mendegradasi   senyawa organik  kompleks  yang  berupa  polimer  menjadi  monomernya  yang  berupa senyawa tak terlarut dengan berat molekul yang lebih ringan. Lipida berubah menjadi asam lemak rantai panjang dan gliserin, polisakarida menjadi gula (monosakarida dan disakarida), protein menjadi asam amino dan asam nukleat menjadi purin dan pirimidin. Konversi lipid berlangsung lambat pada suhu di bawah 20°C. Proses hidrolisis membutuhkan mediasi exo-enzim yang dieksresi oleh bakteri fermentatif. Hidrolisis molekul komplek dikatalisasi oleh enzim ekstra seluler seperti sellulase, protease, dan lipase. Walaupun demikian proses penguraian anaerobik sangat lambat dan menjadi terbatas dalam penguraian   limbah sellulolitik yang mengandung lignin (Said, 2006).
Pada  proses  ini  bakteri  pengurai  asam  menguraikan  senyawa glukosa menjadi:
C6H12O6 + 2H2O            2CH3COOH + 2CO2 +4H2         (As. asetat)
C6H12O6                    CH3CH2CH2COOH + 2CO2 + 2H2   (As. butirat)
C6H12O6  + 2H2              2CH3CH2COOH + 2H2O           (As. propionat)

2.    Asidogenesis
Monomer-monomer hasil hidrolisis dikonversi menjadi senyawa organik sederhana  seperti  asam  lemak  volatil,  alkohol,  asam  laktat,  senyawa  mineral seperti karbondioksida, hidrogen, amoniak, dan gas hidrogen sulfida. Tahap ini dilakukan oleh berbagai kelompok bakteri, mayoritasnya adalah bakteri obligat anaerob  dan sebagian yang lain bakteri anaerob fakultatif (Manurung, 2004).

3.    Asetogenesis
Hasil asidogenesis dikonversi menjadi hasil akhir bagi produksi metana berupa asetat,  hidrogen,  dan  karbondioksida.  Sekitar 70% dari  COD  semula diubah menjadi asam asetat. Pembentukan asam asetat kadang-kadang disertai dengan pembentukan karbondioksida atau hidrogen, tergantung kondisi oksidasi dari bahan organik aslinya. Etanol, asam propionat, dan asam butirat dirubah menjadi asam asetat oleh bakteri asetogenik (Said, 2006).
Pada proses ini acetogenic bakteria menguraikan asam propionat dan asam butirat menjadi (Said, 2006):
CH3CH2OH + C                        CH3COOH + 2H2 
        Etanol                                                          Asam Asetat
CH3CH2COOH + 2H2O                  CH3COOH + CO2 + 3H2 
      Asam Propionat                                   Asam Asetat
CH3CH2CH2COOH + 2H2O              2CH3COOH + 2H2  
     Asam Butirat                                                 Asam Asetat

4.      Metanogenesis
Pada tahap metanogenesis, terbentuk metana dan karbondioksida. Metana dihasilkan dari asetat atau dari reduksi karbondioksida oleh bakteri asetotropik dan hidrogenotropik dengan menggunakan hidrogen. Pada proses ini methane bacteria mensintesa hidrogen dan karbondioksida menjadi:
CH3COOH               CH4 + CO2                         (Metana)
2H2 + CO2                CH4 + 2H2O           (Metana)

Tiga tahap pertama di atas disebut sebagai fermentasi asam sedangkan tahap keempat disebut fermentasi metanogenik (Lettinga, 1994). Tahap asetogenesis terkadang ditulis sebagai bagian dari tahap asidogenesis. Beberapa jamur (fungi) dan protozoa dapat ditemukan dalam penguraian anaerobik,  tetapi  bakteri  merupakan  mikroorganisme  yang  paling  dominan bekerja didalam proses penguraian anaerobik. Sejumlah besar bakteri anaerobik dan  fakultatif  yang  terlibat  dalam  proses  hidrolisis  dan  fermentasi  senyawa organik antara lain adalah Bacteroides, Bifidobacterium, Clostridium, Lactobacillus, Streptococcus. Bakteri asidogenik (pembentuk asam) seperti Clostridium, bakteri asetogenik (bakteri yang memproduksi asetat dan H2) seperti Syntrobacter wolinii dan Syntrophomonas wolfei (Said, 2006).
        Bakteri metana yang telah berhasil diidentifikasi terdiri dari empat genus  (Jenie dan Rahayu, 1993):
1.      Bakteri bentuk batang dan tidak membentuk spora dinamakan Methanobacterium.
2.      Bakteri bentuk batang dan membentuk spora adalah Methanobacillus.
3.      Bakteri bentuk kokus yaitu Methanococcus atau kelompok koki yang membagi diri.
4.      Bakteri bentuk sarcina pada sudut 90° dan tumbuh dalam kotak yang terdiri dari 8 sel yaitu Methanosarcina.




BAB III
PENUTUP

3.1       Simpulan
            Pada Bab II telah dipaparkan penjelasan tentang (1) gambaran tentang TPA Talangagung, (2) proses pembuatan biogas dari sampah organik, dan (3) peran mikroorganisme dalam pembuatan biogas dari sampah organik. Berdasarkan pembahasan tersebut dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut.
(1)     TPA Talangagung merupakan tempat pembuanagan akhir sampah yang berada di Kepanjen, Malang dengan luas 3,5 ha dan terbagi menjadi 3 zona. TPA ini bukan hanya sebagai tempat pembuangan akhir sampah saja namun sebagai tempat pemrosesan ataupun pengolahan sampah. TPA ini juga menjadi salah satu obyek wisata edukasi dan ditetapkan sebagai Desa Mandiri Pro-Iklim.
(2)     Proses pembuatan biogas dimulai dengan pengumpulan sampah di zona 3 dan ditimbun dengan tanah secara bertahap selama beberapa waktu, selanjutnya gas ditangkap dengan pipa yang diletakkan secara vertikal ke dalam sampah kira-kira hingga ¾ kedalaman landfill. Gas metan kemudian disalurkan ke warga dengan pipa, namun sebelum diedarkan, gas metan harus dimurnikan terlebih dahulu untuk meningkatkan jumlah gas metan menjadi 60%, sehingga gas yang dihasilkan menjadi lebih banyak.
(3)     Bakteri yang berperan dalam pembuatan biogas ini antara lain, yaitu bakteri anaerobik dan  fakultatif  yang  terlibat  dalam  proses  hidrolisis  dan  fermentasi  senyawa organik antara lain adalah Bacteroides, Bifidobacterium, Clostridium, Lactobacillus, Streptococcus. Bakteri asidogenik (pembentuk asam) seperti Clostridium, bakteri asetogenik (bakteri yang memproduksi asetat dan H2) seperti Syntrobacter wolinii dan Syntrophomonas wolfei.

3.2       Saran
            Berdasarkan simpulan di atas, ada sejumlah saran yang perlu disampaikan, yaitu sebaiknya dalam pembuatan biogas faktor-faktor pendukung, seperti suhu dan ph selalu dikendalikan untuk menghasilkan biogas yang lebih optimal.

DAFTAR RUJUKAN

Damanhuri, E. 1995. Teknik Pembuangan Akhir. Bandung: ITB.
Deublein, D and A. Steinhauser. 2008. Biogas from Waste and Renewable Resources. Jerman: Wiley-VHC.
Jenie, B.S.L. dan Winiati P.R. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Yogyakarta: Kanisius.
Kadir, A. 1995. Energi : Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik dan Potensi Ekonomi. Edisi kedua. Jakarta : Universitas Indonesia (UI Press).
Lettinga, Gatze and Haandel, A.C.V. 1994. Anaerobic Sewage Treatment, a Practical Guide for Regions with a Hot Climate. Inggris: John wiley and Son.
Manurung, R. 2004. Proses Anaerobik Sebagai Alternatif Untuk Mengolah Limbah Sawit. Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Said, E. G. 198. Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. Jakarta: PT. Mediyatama Sarana Perkasa.
Setiawan. 2004. Industri Tapioka Penanganan Limbah Cair dan Padat. Makalah pada Lokakarya Pemanfaatan Limbah Industri Tapioka, Bogor, 19-20 Juli 2004.
Sutrisno, Joko. 2010. Pembuatan Biogas dari Bahan Sampah Sayuran (Kubis, Kangkung dan Bayam). Jumal Teknik Waktu, 8(1): 1412-1867.
Yenni, Y. Dewilda, dan S. M. Sari. 2012. Uji Pembentukan Biogas dari Substrat Sampah Sayur dan Buah dengan Ko-Substrat Limbah Isi Rumen Sapi. Jurnal Teknik Lingkungan UNAND, 9 (1) :26-36.

LAMPIRAN




Gambar 1. Foto bersama kepala laboratorium TPA Talangagung

Gambar 2. Zona 3 (aktif)
Gambar 3. Pipa penangkap gas metana
Gambar 4. Tempat pemurnian gas metana (CH4)
Gambar 5. Pendistribusian gas metana

3 comments:

Sleep Loss and College Student Performance

The college experience is of great value in providing emerging adults with a structured environment in which they can gain the knowledge, sk...