PEMBUATAN BIOGAS DARI SAMPAH RESIDU DAN SAMPAH ORGANIK DI
TPA TALANGAGUNG KEC. KEPANJEN, KAB. MALANG
Disusun
untuk memenuhi tugas akhir semester matakuliah
Mikrobiologi
Lingkungan
yang
dibina oleh Ibu DR. Hj. Ulfa Utami
M. Si
Oleh:
Ahmad Nuruddin
Khoiri
NIM. 12620029
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
FAKULTAS
SAINS DAN TEKNOLOGI
JURUSAN
BIOLOGI
Mei
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
Pada bab ini
dibahas mengenai (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, dan (3) tujuan
penelitian yang dipaparkan sebagai berikut.
1.1
Latar
Belakang
Sampah merupakan
suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia
maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai
ekonomi. Dalam Undang-Undang No.18 tentang Pengelolaan Sampah menyatakan
definisi sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau dari proses
alam yang berbentuk padat.
Tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia
yang tinggi mengakibatkan jumlah sampah yang dihasilkan juga bertambah
(Damanhuri, 1995). Kondisi ini menjadi masalah yang penting karena pengelolaan
sampah di Indonesia masih belum memadai, dimana sampah hanya dikumpul, diangkut
lalu dibuang ke tempat
pembuangan akhir (TPA). Pengelolaan sampah
yang demikian berpotensi mencemari lingkungan dan menurunkan kualitas hidup
masyarakat. Salah satu konsekuensi jangka panjang yang tidak kalah penting dari
sistem di TPA
ini adalah pembentukan emisi gas metan (CH4) yang tidak terkontrol dari tumpukan
sampah yang terurai secara aerob dan anaerob, membentuk gas rumah kaca dan
berkontribusi terhadap pemanasan global 21 kali lebih besar daripada gas karbon dioksida (CO2) (Deublein dan Steinhauser, 2008). Hal ini tentunya dapat merusak lingkungan. Allah SWT
berfirman dalam Qs. Ar-Ruum ayat 41:
Artinya: ‘Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Qs.
Ar-ruum : 41).
Dalam ayat tersebut dijelaskan
bahwa kerusakan yang terjadi di bumi ini seperti pemanasan global, kelangkaan
energi dunia, dan kerusakan-kerusakan yang lain, semua disebabkan oleh
perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab. Sehingga Allah SWT memperingatkan
kepada kita agar selalu menjaga lingkungan dan selalu merawat dan mengelolah
apa yang ada dibumi ini dengan sebaik mungkin.
Permasalahan pengelolaan sampah yang kurang memadai
dapat diminimalkan dengan menerapkan pengelolaan sampah yang terpadu (Integrated
Solid Waste Management/ISWM), diantaranya waste to energy atau
pengolahan sampah menjadi energi. Salah satu bentuk energi yang dihasilkan dari
sampah adalah biogas, yaitu energi terbarukan yang dibuat dari bahan buangan
organik berupa sampah, kotoran ternak, jerami, eceng gondok serta bahan lainnya
(Yenni dkk, 2012).
Pemanfaatan sampah dan bahan organik
lain sebagai penghasil biogas dapat mengurangi jumlah sampah organik yang diangkut
ke TPA dan dapat mengurangi
emisi gas metan (CH4) sekaligus mengurangi risiko pemanasan
global. Selain itu, residu dari proses pembuatan biogas merupakan bahan yang
ramah lingkungan dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik (Deublein dan Steinhauser, 2008). Salah satu contoh TPA
yang dikelola dengan baik dan berhasil
memproses sampah menjadi biogas adalah TPA Talangagung
yang berada di Kepanjen, Malang. TPA
ini bukan hanya sebagai tempat pembuangan akhir sampah saja namun sebagai
tempat pemrosesan ataupun pengolahan sampah. TPA
ini juga menjadi salah satu obyek wisata edukasi
dan ditetapkan sebagai Desa Mandiri Pro-Iklim. Berdasarkan uraian latar belakang di
atas, maka dilakukanlah observasi dengan
judul Pembuatan
Biogas dari Samah Residu dan Sampah Organik di TPA Talangagung Kec. Kepanjen, Kab.
Malang.
1.2
Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah dalam observasi
ini dipaparkan sebagai berikut.
(1) Bagaimana profil TPA Talangagung?
(2) Bagaimana
proses pembuatan biogas dari sampah organik?
(3) Bagaimana
peran mikroorganisme dalam pembuatan biogas dari sampah organik?
Tujuan
dalam observasi ini dipaparkan sebagai
berikut.
(1) Memaparkan profil TPA Talangagung.
(2) Memaparkan proses pembuatan
biogas dari sampah organik.
(4) Memaparkan peran mikroorganisme
dalam pembuatan biogas dari sampah organik.
1.4
Pelaksanaan Observasi
Observasi mata kuliyah
mikroling dengan tema Pembuatan
Biogas ini dilaksanakan pada hari Senin, 18 Mei 2015 pukul 11.00-13.00 Wib di
TPA Talangagung Kec. Kepanjen, Kab. Malang.
BAB
II
PEMBAHASAN
Pembahasan
masalah akan menyajikan tentang (1) gambaran tentang TPA Talangagung,
(2) proses pembuatan biogas dari sampah organik, dan (3) peran mikroorganisme dalam pembuatan
biogas dari sampah organik yang
dipaparkan sebagai berikut.
2.1
Gambaran Tentang TPA Talangagung
TPA atau Tempat
Pembuangan Akhir merupakan tempat dimana sampah mencapai tahapan terakhir dalam
pengumpulan serta pengelolaan. TPA harus dikelola dengan baik agar tidak
mengganggu daerah ataupun lingkungan yang ada di sekitarnya. Salah satu contoh
TPA yang dikelola dengan baik adalah TPA Talangagung yang berada di Kepanjen,
Malang. TPA Talangagung
merupakan tempat pembuangan akhir sampah dengan luas 3,5 hektar dan terbagi
menjadi 3 zona, yaitu zona 1, zona 2, dan zona 3. TPA
ini bukan hanya sebagai tempat pembuangan akhir sampah saja namun sebagai
tempat pemrosesan ataupun pengolahan sampah. TPA
ini juga menjadi salah satu obyek wisata edukasi
dan ditetapkan sebagai Desa Mandiri Pro-Iklim.
Kota atau Kabupaten
dengan wilayah yang luas juga membutuhkan lahan yang cukup untuk masalah
penumpukan sampah. Berbagai macam inovasi telah banyak dipikirkan oleh
pemerintah kota atau
kabupaten. Penumpukan sampah pada TPS ataupun TPA harus diimbangi dengan
pengolahan sampah yang benar. Sanitary landfill dan control landfill merupakan
salah satu system pengolahan sampah yang ramah lingkungan. Kesuksesan dari
permasalahan tersebut sudah dibuktikan oleh salah satu TPS yang berada di
Kepanjen yaitu TA Talangagung yang menerapkan system persampahan semi sanitary
landfill dan semi control landfill. Selain hal positif tersebut, TPA edukasi
ini juga mengelolah sampah menjadi kompos serta salah satu yang menggejutkan adalah dengan
pemanfaatan gas metan dari timbulan
sampah. Sebenarnya pengolahan sampah di Talangagung ini sudah berbasis
masyarakat dengan prinsip 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle).
TPA Talangagung
saat ini melayani 13
kecamatan yang ada di Malang dengan penduduk yang terlayani sebanyak 2,7
juta orang. Setiap harinya TPA ini menangani 4.800 kepala keluarga dengan
jumlah sampah yang masuk sebanyak 150 m3. Pengangkutan sampah
tersebut dengan menggunakan dump truck. Sampah yang masuk pada TPA Talangagung ini kebanyakan
adalah sampah yang 50% telah mengalami fermentasi.
Pada beberapa
tempat kita menemukan sumur dan pipa-pipa yang berfungsi, di TPA Talangagung,
pipa berfungsi sebagai penyerapan gas metan dan air lindi. Sedangkan sumur
berfungsi sebagai penampung air lindi. Sampah-sampah yang yang nantinya tidak produktif
lagi akan ditimbun dan ditutupi dengan tanaman sehingga lahan tak produktif
bisa digunakan sebagai RTH. Tumbuhan yang digunakan adalah tumbuhan yang tidak
produktif yang artinya tidak menghasilkan sesuatu keuntungan, misalnya buah.
Para pengurus telah memperhitungkan beberapa kemungkinan pencemaran air tanah
dan menyebarnya air sampah dengan membangun sebuah sumur kontrol yang berada di
dekat sungai. Diharapkan TPA Talangagung ini dapat berkembang dan menjadi
contoh bagi TPS maupun TPA di Indonesia yang lain.
TPA Talangagung
Kabupaten Malang ini sangat jauh dari gambaran TPA pada umumnya, Banyak hal
berbeda yang terdapat
di TPA Talangagung ini, TPA ini merupakan salah satu
TPA yang dapat dijadikan contoh untuk TPA lainnya. Karena sistem pengelolaan
sampah di sini sudah ramah lingkungan. Tidak menimbulkan bau menyengat yang
menganggu permukiman sekitar, banyak manfaat yang didapat dari sistem
pengelolaan sampah seperti ini, sampah organik dapat diolah menjadi biogas yang
dimanfaat sebagai bahan bakar alternatif pengganti elpiji untuk warga sekitar.
Pengolahan sampah organik menjadi pupuk melalui proses komposting dan pembuatan
pupuk organik plus yaitu pencampuran pupuk komposting dengan pupuk kandang.
Limbah sampah di TPA ini juga mampu menghasilkan listrik dengan kapasitas 500
hingga 750 watt. Genset di TPA ini juga memanfaatkan bahan bakar sampah yang
mencapai saya 5000 watt.
Selain itu, di
TPA Talangagung ini juga terdapat bank sampah, untuk
sampah anorganik yang dapat didaur ulang. Kondisi TPA ini tidak menimbulkan bau
sama sekali, terdapat banyak pepohonan yang berfungsi sebagai RTH di TPA Talangagung
ini sehingga sangat banyak manfaat yang didapat dari TPA Talangagung ini,
diharapkan TPA lainnya dapat mengikuti inovasi TPA ini, sehingga sampah bukan
menjadi hal yang terbuang percuma.
2.2
Proses Pembuatan Biogas dari Sampah Organik
Proses
pembuatan biogas yang dilakukan di TPA Talangagung
menggunakan bahan dasar sampah residu dan sampah organik, baik berupa sampah
pertanian, sampah rumah
tangga, dan sampah yang lain.
Selanjutnya
sampah akan ditimbun dengan tanah di zona 3 (zona aktif) secara bertahap selama
beberapa waktu, yaitu lapis pertama adalah sampah kemudian ditutup dengan tanah
(covering), lapis kedua adalah sampah kemudian ditutup dengan tanah (covering) lagi, dan seterusnya sehingga akan
terjadi proses fermentasi dan hasil dari proses fermentasi tidak akan mencemari
lingkungan.
Proses
di zona 3 akan menghasilka air lindih yang masih mengandung gas metana (CH4) yang berbahaya dan dapat memicu pemanasan global jika tidak dikelola
terlebih dahulu. Menurut Deublein dan Steinhauser (2008), bahwa pembentukan emisi gas
metan (CH4) yang tidak terkontrol
dari tumpukan sampah yang terurai secara aerob dan anaerob, membentuk gas rumah
kaca dan berkontribusi terhadap pemanasan global 21 kali lebih besar daripada
gas karbon dioksida (CO2).
Proses
pembentukan gas dalam landfill melibatkan reaksi yang kompleks sehingga laju
pembentukan gas akan bervariasi antar-landfill. Laju maksimum dicapai ketika
kondisi lingkungan mencapai kondisi optimum yaitu pH mendekati netral,
kelembaban cukup, serta temperatur yang moderat. Hal yang paling mengganggu
adalah kehadiran oksigen yang akan menghentikan reaksi anaerobik menjadi
aerobik. Pada kondisi optimum, stabilisasi sampah berlangsung antara 10-20
tahun yang ditandai dengan berhentinya pembentukan gas. Jika kurang optimum,
stabilisasi bisa mencapai 30 tahun.
Gas
yang dihasilkan dari landfill didominasi oleh metana dan karbondioksida. Kandungan metana berkisar antara 45-55% sedangkan
karbondioksida berkisar antara 40-50%. Kandungan metana yang lebih tinggi juga
pernah dilaporkan. Kombinasi kedua gas bisa mencapai 99% dari semua gas.
Walaupun demikian, 1% gas sisanya harus sangat diperhatikan karena bisa
bersifat korosif, beracun, ataupun berbau tidak sedap. Dalam
kondisi ideal, kalor jenis gas yang dihasilkan bisa mencapai 450-540 BTU/scf
atau 113–136 Kilokalori.
Komposisi
gas yang dihasilkan relatif konstan selama puncak pembentukan. Ketika sampah
sudah memasuki masa stabilisasi, pembentukan gas mulai menurun secara asimtot.
Oleh karena itu, total waktu pembentukan gas sering dinyatakan dalam bentuk
waktu paruh. Selama periode penurunan ini, komposisi gas yang dihasilkan
relatif tetap. Akan tetapi, laju pembentukan yang menurun ini akan berakibat
pada penurunan tekanan dan rembesan udara ke dalam landfill. Oleh karena itu, besar kemungkinan terbawanya nitrogen
dan oksigen karena sulit untuk mengambil gas tanpa tercampur dengan udara.
Sistem
pemrosesan gas terdiri atas beberapa sumber gas dan pipa-pipa yang
saling terhubung kepada pompa vakum. Saat
ini, pengambilan gas dilakukan dengan memasukkan pipa (well) berlubang secara vertikal ke dalam sampah kira-kira hingga ¾
kedalaman landfill. Lubang-lubang itu biasanya kecil-kecil. Lubang-lubang itu
akan diisi dengan bebatuan atau kerikil untuk mencegah masuknya sampah.
Lubang-lubang diletakkan di bagian bawah pipa untuk mencegah masuknya udara
dari luar. Segel beton diletakkan di atas kerikil. Bagian atas diisi dengan
tanah.
Plastik
pipa biasanya digunakan sebagai selubung pipa sumber (well). Besi atau baja
kurang disukai karena potensial terkorosi serta kecenderungan landfill yang
berubah seiring dekomposisi sampah. Material plastik (polimer) yang banyak
digunakan adalah polivinil klorida (PVC), polietilen (PE), dan serat kaca
(fiberglass) karena lebih tahan korosi dan fleksibel.
Biogas yang
dihasilkan kemudian disalurkan kepada sekitar 165 warga di sekitar TPA atau 75%
diedarkan kepada warga dan 25% digunakan untuk operasional di TPA Talangagug.
Namun, sebelum diedarkan kepada warga, gas metana harus dimurnikan terlebih
dahulu di reaktor pemurnian gas. Proses pemurnian ini dapat meningkatkan hasil
gas metan dari 40% menjadi 60%.
Pemurnian biogas (biogas purifier) ditujukan
untuk menaikkan efisiensi
kalor agar berkualitas dalam penggunaannya menjadi bahan bakar gas terbarukan (
renewable natural gas/RNG). Alat pemurni gas ini terbuat dari tabung dengan
pilihan bahan PVC maupun logam stainless, berisi kantong pellet penyerap (absorbers) CO2, H2S, amoniak dan H2O
untuk memurnikan biogas menjadi murni biometan (CH4). Prinsip kerja alat
pemurnian biogas ini adalah peran pellet penyerap (absorbers) yang terbuat dari campuran aneka mineral tambang yang
teraktivasi dan termodifikasi larutan kimia, antara lain dengan basa kuat NaOH.
Pellet penyerap pada tabung dapat diganti per setiap 2 bulan pemakaian. Alat pemurni metan (stainless steel)
berkemampuan menahan tekanan gas hingga 10,5 bar, sementara itu dari PVC cukup
bagi tekanan maksimal 1,5 bar.
Pemurnian biogas
(methane purifier) berkemampuan
menaikan efisiensi kalori serta menaikan atau menambah besaran komposisi metan
antara 4% hingga 20% dibanding sebelumnya, dan bersaman dengan itu menurunkan
kandungan CO2, H2O dan H2S.
Proses
pembuatan biogas dengan sistem ini kurang optimal dan gas metan yang dihasilkan
bergantung pada kondisi lingkungan dan jenis sampah yang digunakan. Hal ini
dikarenakan tidak adanya pengaturan faktor lingkungan yang diperlukan dalam
pembuatan biogas, seperti suhu dan pH.
Digester
dalam pembuatan biogas ini adalah zona 3, dimana di zona ini hanya ditutp oleh
tanah tanpa ada pengaturan pH dan suhu, hanya ada pengaturan kelembapan dengan
cara menyiram zona 3 dengan air lindih yang telah mengalami pemurnian. Ketika
cuaca berubah, seperti hujan maka air akan masuk ke zona 3 dan dapat merubah ph
dan suhu yang ada pada zona 3 tersebut, begitu pula ketika cuaca berubah
menjadi panas, maka tingkat kelembapan akan berkurang. Hal ini dapat mengganggu
proses pembuatan biogas.
Keterangan
di atas sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Sutrisno (2010) dalam jurnal teknik waktu, bahwa Pada dasamya efisiensi produksi
biogas sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor meliputi:
suhu, derajat keasaman (pH), konsentrasi asam-asam
volatil, nutrisi (terutama nisbah
karbon dan nitrogen), zat racun, waktu retensi hidrofik, kecepatan bahan organik, dan konsentrasi amonia. Beberapa kondisi optimum proses produksi biogas yaitu:
Tabel 1. Kondisi optimum produksi biogas
Parameter
|
Kondisi
Optimum
|
Suhu
Derajat Keasaman
Nutrien Utama
Nisbah Karbon dan Nitrogen
Sulfida
Logam-Iogam Berat Terlarut
Sodium
Kalsium
Magnesium
Amonia
|
35°C
7-7,2
Karbon dan Nitrogen
20/1 - 30/1
< 200 mg/L
< 1 mg/L
< 5000mg/L
< 2000 mglL
< 1200 mg/L
<
1700 mgIL
|
2.3
Peran Mikroorganisme dalam Pembuatan Biogas dari Sampah
Organik
Penguraian dengan proses anaerobik secara umum dapat disederhanakan
menjadi 2 tahap,
yaitu tahap pembentukan asam dan tahap pembentukan metana. Pembentukan asam dari senyawa organik sederhana (monomer)
dilakukan oleh bakteri penghasil asam yang terdiri dari sub divisi acids/farming
bacteria dan asetogenik
bakteria. Asam
propionat dan butirat
diuraikan oleh asetogenik
bakteria menjadi asam asetat (Manurung,
2004).
Pembentukan metana dilakukan oleh bakteri penghasil metana yang terdiri
dari subdivisi asetoklastik methane bacteria yang menguraikan asam asetat menjadi metana
dan karbondioksida. Karbondioksida
dan
hidrogen yang terbentuk dari
reaksi penguraian di atas, disintesa oleh bakteri pembentuk metana
menjadi metana (CH4) dan air (H2O) (Manurung,
2004).
Proses pembentukan asam dan gas metana dari suatu senyawa
organik sederhana melibatkan banyak reaksi percabangan. Mosey (1983) yang menggunakan glukosa
sebagai sampel untuk menjelaskan bagaimana
peranan keempat kelompok
bekteri tersebut menguraikan senyawa
ini menjadi gas metana
dan karbon dioksida sebagai berikut:
1.
Hidrolisis
Pada tahapan hidrolisis,
mikrobia hidrolitik mendegradasi
senyawa
organik
kompleks yang
berupa
polimer menjadi monomernya
yang berupa
senyawa tak terlarut dengan berat molekul yang
lebih ringan. Lipida berubah
menjadi asam lemak rantai panjang dan gliserin, polisakarida menjadi gula (monosakarida
dan disakarida),
protein menjadi asam amino dan asam nukleat menjadi purin
dan pirimidin. Konversi lipid berlangsung lambat pada suhu di bawah 20°C. Proses
hidrolisis membutuhkan mediasi exo-enzim yang
dieksresi oleh bakteri
fermentatif. Hidrolisis molekul komplek dikatalisasi oleh enzim ekstra seluler
seperti sellulase, protease,
dan
lipase. Walaupun demikian proses
penguraian anaerobik sangat
lambat dan
menjadi terbatas
dalam
penguraian limbah
sellulolitik yang mengandung lignin
(Said, 2006).
Pada proses
ini
bakteri
pengurai
asam
menguraikan
senyawa
glukosa menjadi:
C6H12O6
+ 2H2O 2CH3COOH
+ 2CO2
+4H2
(As. asetat)
C6H12O6 CH3CH2CH2COOH
+ 2CO2
+ 2H2 (As. butirat)
C6H12O6 + 2H2 2CH3CH2COOH
+ 2H2O
(As. propionat)
2.
Asidogenesis
Monomer-monomer hasil hidrolisis dikonversi menjadi senyawa organik
sederhana
seperti
asam
lemak
volatil, alkohol, asam laktat, senyawa mineral
seperti
karbondioksida, hidrogen, amoniak, dan gas hidrogen sulfida. Tahap
ini dilakukan oleh berbagai kelompok
bakteri, mayoritasnya adalah bakteri obligat anaerob
dan sebagian yang lain bakteri
anaerob fakultatif (Manurung, 2004).
3.
Asetogenesis
Hasil asidogenesis dikonversi menjadi hasil akhir bagi produksi metana berupa asetat,
hidrogen, dan karbondioksida. Sekitar 70% dari COD semula
diubah menjadi asam asetat. Pembentukan asam asetat kadang-kadang
disertai dengan pembentukan karbondioksida atau hidrogen, tergantung kondisi
oksidasi dari bahan
organik aslinya. Etanol, asam propionat, dan asam butirat dirubah menjadi asam asetat oleh bakteri asetogenik (Said,
2006).
Pada proses ini acetogenic bakteria
menguraikan asam propionat dan asam
butirat menjadi (Said,
2006):
CH3CH2OH + C CH3COOH + 2H2
Etanol Asam
Asetat
CH3CH2COOH
+ 2H2O CH3COOH + CO2 + 3H2
Asam Propionat
Asam Asetat
CH3CH2CH2COOH
+ 2H2O 2CH3COOH + 2H2
Asam Butirat
Asam
Asetat
4.
Metanogenesis
Pada
tahap metanogenesis, terbentuk metana
dan
karbondioksida. Metana dihasilkan dari asetat atau dari reduksi karbondioksida oleh bakteri asetotropik
dan hidrogenotropik dengan menggunakan hidrogen.
Pada proses ini methane bacteria mensintesa hidrogen dan karbondioksida
menjadi:
CH3COOH
CH4 + CO2
(Metana)
2H2
+ CO2
CH4 + 2H2O
(Metana)
Tiga tahap pertama di atas disebut sebagai fermentasi asam sedangkan tahap keempat
disebut fermentasi metanogenik
(Lettinga,
1994). Tahap asetogenesis terkadang ditulis
sebagai
bagian
dari tahap asidogenesis.
Beberapa jamur
(fungi) dan protozoa
dapat ditemukan dalam penguraian
anaerobik,
tetapi
bakteri merupakan
mikroorganisme yang paling
dominan bekerja
didalam proses penguraian anaerobik. Sejumlah besar
bakteri anaerobik dan
fakultatif
yang terlibat dalam proses hidrolisis dan
fermentasi senyawa
organik antara
lain adalah Bacteroides, Bifidobacterium, Clostridium,
Lactobacillus,
Streptococcus. Bakteri asidogenik (pembentuk asam) seperti Clostridium, bakteri asetogenik (bakteri yang
memproduksi asetat dan H2) seperti Syntrobacter
wolinii dan Syntrophomonas wolfei
(Said, 2006).
Bakteri
metana yang telah berhasil diidentifikasi terdiri dari
empat genus (Jenie
dan Rahayu,
1993):
1.
Bakteri
bentuk batang dan
tidak membentuk spora dinamakan Methanobacterium.
2.
Bakteri
bentuk batang dan
membentuk spora adalah
Methanobacillus.
3.
Bakteri
bentuk kokus yaitu
Methanococcus atau kelompok
koki yang membagi
diri.
4.
Bakteri
bentuk sarcina pada sudut 90° dan
tumbuh dalam kotak yang terdiri dari
8 sel yaitu Methanosarcina.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pada Bab II
telah dipaparkan penjelasan tentang (1)
gambaran tentang TPA Talangagung, (2) proses pembuatan
biogas dari sampah organik, dan
(3) peran mikroorganisme
dalam pembuatan biogas dari sampah organik.
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut.
(1) TPA
Talangagung merupakan tempat pembuanagan
akhir sampah yang berada di Kepanjen, Malang dengan luas 3,5 ha dan terbagi menjadi 3 zona. TPA
ini bukan hanya sebagai tempat pembuangan akhir sampah saja namun sebagai
tempat pemrosesan ataupun pengolahan sampah. TPA
ini juga menjadi salah satu obyek wisata edukasi
dan ditetapkan sebagai Desa Mandiri Pro-Iklim.
(2) Proses pembuatan biogas dimulai dengan pengumpulan sampah
di zona 3 dan ditimbun dengan tanah secara bertahap selama beberapa waktu,
selanjutnya gas ditangkap dengan pipa yang diletakkan secara vertikal ke dalam sampah kira-kira hingga ¾
kedalaman landfill. Gas metan kemudian
disalurkan ke warga dengan pipa, namun sebelum diedarkan, gas metan harus
dimurnikan terlebih dahulu untuk meningkatkan jumlah gas metan menjadi 60%,
sehingga gas yang dihasilkan menjadi lebih banyak.
(3) Bakteri yang berperan dalam pembuatan biogas ini antara
lain, yaitu bakteri anaerobik
dan fakultatif yang terlibat dalam proses hidrolisis dan
fermentasi senyawa
organik antara
lain adalah Bacteroides, Bifidobacterium, Clostridium,
Lactobacillus,
Streptococcus. Bakteri asidogenik (pembentuk asam) seperti Clostridium, bakteri asetogenik (bakteri yang
memproduksi asetat dan H2) seperti Syntrobacter
wolinii dan Syntrophomonas wolfei.
3.2 Saran
Berdasarkan simpulan di atas, ada
sejumlah saran yang perlu disampaikan, yaitu sebaiknya dalam pembuatan biogas faktor-faktor pendukung, seperti suhu dan
ph selalu dikendalikan untuk menghasilkan biogas yang lebih optimal.
DAFTAR RUJUKAN
Deublein,
D and A. Steinhauser. 2008. Biogas from Waste and Renewable
Resources. Jerman: Wiley-VHC.
Jenie,
B.S.L. dan Winiati P.R. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan.
Yogyakarta: Kanisius.
Kadir,
A. 1995. Energi : Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik dan Potensi
Ekonomi. Edisi kedua. Jakarta : Universitas Indonesia (UI Press).
Lettinga,
Gatze and Haandel, A.C.V. 1994. Anaerobic
Sewage Treatment, a Practical Guide for Regions with a Hot Climate.
Inggris: John wiley and Son.
Manurung,
R. 2004. Proses Anaerobik Sebagai Alternatif Untuk Mengolah Limbah Sawit.
Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Said,
E. G. 198. Bioindustri: Penerapan
Teknologi Fermentasi. Jakarta: PT. Mediyatama Sarana Perkasa.
Setiawan.
2004. Industri Tapioka Penanganan Limbah
Cair dan Padat. Makalah pada Lokakarya Pemanfaatan Limbah Industri Tapioka,
Bogor, 19-20 Juli 2004.
Sutrisno,
Joko. 2010. Pembuatan Biogas dari Bahan Sampah
Sayuran (Kubis, Kangkung dan Bayam).
Jumal Teknik
Waktu, 8(1): 1412-1867.
Yenni, Y. Dewilda, dan S. M. Sari. 2012. Uji
Pembentukan Biogas dari Substrat Sampah Sayur dan Buah dengan Ko-Substrat
Limbah Isi Rumen Sapi. Jurnal
Teknik Lingkungan UNAND, 9 (1) :26-36.
LAMPIRAN
good
ReplyDeleteSemoga bermanfaat..
ReplyDeleteamin :-D
Delete