Untuk mendapatkan hibrida somatik yang tahan
terhadap penyakit layu bakteri, tanaman hasil fusi antara jahe merah dan jahe
putih besar diharapkan tetap mencirikan keunggulan tetuanya yaitu berproduksi
tinggi dengan ukuran rimpang normal. Sementara, protokol regenerasi untuk
menghasilkan tanaman jahe berimpang normal melalui kultur in vitro belum
diperoleh, hibridisasi somatik belum dapat dilakukan. Padahal tersedianya
protokol regenerasi jahe in vitro, merupakan salah satu kunci
keberhasilan dalam upaya menghasilkan benih jahe sehat bebas penyakit serta
varietas unggul jahe tahan penyakit layu bakteri melalui seleksi in vitro,
fusi protoplas maupun penyisipan gen (transformasi gen).
Kehadiran teknologi rekayasa genetik memberikan
wahana baru bagi pemulia tanaman untuk memperoleh kelompok gen baru yang lebih
luas. DNA sekuen, di antaranya Ds/Ac transposable element atau T-DNA,
yang ditransfer ke dalam genom suatu tanaman untuk membentuk tanaman transgenik
bisa berasal dari spesies lain seperti bakteri, virus, atau tanaman (Bennet,
1993) maupun sintetik. Transposable element, baik Ac (Activator)
maupun Ds (Dissociation) element diketahui sebagai aset penting
yang mampu menimbulkan mutasi.
Gen ketahanan yang sudah diisolasi dan dikonstruksi dapat dipindahkan ke dalam genom tanaman melalui teknik transformasi secara langsung (penembakan partikel, elektroporasi), maupun secara tidak langsung dengan bantuan Agrobacterium tumefaciens (Prakash dan Varadarajan, 1992; Oliveira et al., 1996).
Dalam
prakteknya, Agrobacterium digunakan untuk mentransfer gen dari suatu
kepentingan kedalam tumbuhan menggunakan kultur jaringan. Tiap pemisahan sel
tumbuhan disebut protoplas atau sebuah bagian dari kalus yang di
kultur dengan Agrobacterium mengandung sebuah plasmid Ti yang
dimodifikasi T-DNA nya. Setelah kokultur, sel tumbuhan dipanen dan
di inkubasi dengan herbisida dan antibiotik yang digunakan sebagai marker
selektif. Ini akan membunuh semua sel yang tidak ditransformasikan T-DNA atau
gagal untuk mengekspresikan gen pada T-DNA. Sel yang telah ditransformasikan
dapat di induksi untuk menghasilkan tunas dan jaringan akar dengan mengubah
kondisi hormon pada medium mudah diuraikan. Tumbuhan transgenik yang masih
kecil dapat dilindungi untuk level ekspresi transgen berikutnya.
Daerah T-DNA dari Ti plasmid dapat
direkayasa genetika dengan menambah gen resisten antibiotik (antiobiotic
resistance gene (kanR)) dan DNA asing yang diinginkan.
Integrasi DNA asing kedalam sel tumbuhan mengganggu pembentukan tumor dan hanya
sel tumbuhan dengan gen kanR yang dapat tumbuh pada kultur
yang mengandung antibiotik. Tumbuhan sangat mudah beregenerasi dari kultur sel
(kalus) dan tumbuhan transgenik yang telah dewasa mengekspresikan gen asing.
Produksi tumbuhan transgenik dengan
menggunakan integrasi Ti plasmid.
Sistem transformasi ini telah banyak digunakan pada
tanaman dikotil, namun sekarang tidak menutup kemungkinan dapat dilakukan pada
tanaman monokotil. Bahkan pada padi, sistem ini sudah stabil dan banyak
dikembangkan di beberapa negara (Hiei et al., 1994). Transformasi
plasmid yang mengandung promoter Certi-fied f35S dan transposon (Ac/Ds-elements)
yang diperoleh dari Wageningen University Research (WUR), dengan menggunakan Agrobacterium
tumefaciens terbukti lebih efektif dalam menghasilkan tanaman transgenik
yang memiliki jumlah inser T-DNA yang lebih rendah dibandingkan dengan metoda particle
bombartment. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa hampir 50% dari
tanaman transgenik yang dihasilkan dari suatu kegiatan transformasi memiliki
satu inser T-DNA (Koerniati, 2005). Tidak menutup kemungkinan memperoleh
varietas jahe tahan terhadap penyakit layu bakteri, dengan melakukan
transformasi gen penginduksi mutasi yang disisipkan ke dalam plasmid kemudian
dipindahkan ke dalam genom tanaman jahe, sehingga dapat diperoleh tanaman baru
dengan ragam genetik yang lebih luas dan dapat dijadikan bahan seleksi untuk
memperoleh varietas tahan terhadap penyakit layu bakteri.
Keberhasilan memproduksi tanaman transgenik
ditentukan oleh empat komponen utama, yaitu: tersedianya vektor yang sesuai,
tersedianya marker seleksi (selectable marker), teknik transformasi yang
efisien dan teknik regenerasi (Kung, 1993). Meskipun vektor yang sesuai sebagai
pembawa gen penginduksi mutasi sudah diperoleh dan marker seleksi sudah tersedia,
untuk memperoleh varian jahe baru melalui rekayasa genetik, dibatasi oleh belum
tersedianya teknik transformasi dan sistem regenerasi yang efisien.
Sumber:
Rostiana, Otih. 2004.
Peluang pengembangan bahan tanaman jahe unggul untuk penanggulangan penyakit
layu bakteri. Balai penelitian
tanaman obat dan aromatik.
No comments:
Post a Comment