Friday 9 January 2015

Implifikasi Elemen Transposable dalam Pembuatan Tanaman Jahe Transgenik



             Untuk mendapatkan hibrida somatik yang tahan terhadap penyakit layu bakteri, tanaman hasil fusi antara jahe merah dan jahe putih besar diharapkan tetap mencirikan keunggulan tetuanya yaitu berproduksi tinggi dengan ukuran rimpang normal. Sementara, protokol regenerasi untuk menghasilkan tanaman jahe berimpang normal melalui kultur in vitro belum diperoleh, hibridisasi somatik belum dapat dilakukan. Padahal tersedianya protokol regenerasi jahe in vitro, merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam upaya menghasilkan benih jahe sehat bebas penyakit serta varietas unggul jahe tahan penyakit layu bakteri melalui seleksi in vitro, fusi protoplas maupun penyisipan gen (transformasi gen).
              Kehadiran teknologi rekayasa genetik memberikan wahana baru bagi pemulia tanaman untuk memperoleh kelompok gen baru yang lebih luas. DNA sekuen, di antaranya Ds/Ac transposable element atau T-DNA, yang ditransfer ke dalam genom suatu tanaman untuk membentuk tanaman transgenik bisa berasal dari spesies lain seperti bakteri, virus, atau tanaman (Bennet, 1993) maupun sintetik. Transposable element, baik Ac (Activator) maupun Ds (Dissociation) element diketahui sebagai aset penting yang mampu menimbulkan mutasi.

            Gen ketahanan yang sudah diisolasi dan dikonstruksi dapat dipindahkan ke dalam genom tanaman melalui teknik transformasi secara langsung (penembakan partikel, elektroporasi), maupun secara tidak langsung dengan bantuan Agrobacterium tumefaciens (Prakash dan Varadarajan, 1992; Oliveira et al., 1996).
            Dalam prakteknya, Agrobacterium digunakan untuk mentransfer gen dari suatu kepentingan kedalam tumbuhan menggunakan kultur jaringan. Tiap pemisahan sel tumbuhan disebut protoplas  atau sebuah bagian dari kalus yang di kultur dengan Agrobacterium mengandung sebuah plasmid Ti yang dimodifikasi  T-DNA nya. Setelah kokultur, sel  tumbuhan dipanen dan di inkubasi dengan herbisida dan antibiotik yang digunakan sebagai marker selektif. Ini akan membunuh semua sel yang tidak ditransformasikan T-DNA atau gagal untuk mengekspresikan gen pada T-DNA. Sel yang telah ditransformasikan dapat di induksi untuk menghasilkan tunas dan jaringan akar dengan mengubah kondisi hormon pada medium mudah diuraikan. Tumbuhan transgenik yang masih kecil dapat dilindungi untuk level ekspresi transgen berikutnya.
Daerah T-DNA dari Ti plasmid dapat direkayasa genetika dengan menambah gen resisten antibiotik (antiobiotic resistance gene (kanR)) dan DNA asing yang diinginkan. Integrasi DNA asing kedalam sel tumbuhan mengganggu pembentukan tumor dan hanya sel tumbuhan dengan gen kanR yang dapat tumbuh pada kultur yang mengandung antibiotik. Tumbuhan sangat mudah beregenerasi dari kultur sel (kalus) dan tumbuhan transgenik yang telah dewasa mengekspresikan gen asing.
Description: http://www.zo.utexas.edu/faculty/sjasper/images/20.19.gif
Produksi tumbuhan transgenik dengan menggunakan integrasi Ti plasmid.

Sistem transformasi ini telah banyak digunakan pada tanaman dikotil, namun sekarang tidak menutup kemungkinan dapat dilakukan pada tanaman monokotil. Bahkan pada padi, sistem ini sudah stabil dan banyak dikembangkan di beberapa negara (Hiei et al., 1994). Transformasi plasmid yang mengandung promoter Certi-fied f35S dan transposon (Ac/Ds-elements) yang diperoleh dari Wageningen University Research (WUR), dengan menggunakan Agrobacterium tumefaciens terbukti lebih efektif dalam menghasilkan tanaman transgenik yang memiliki jumlah inser T-DNA yang lebih rendah dibandingkan dengan metoda particle bombartment. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa hampir 50% dari tanaman transgenik yang dihasilkan dari suatu kegiatan transformasi memiliki satu inser T-DNA (Koerniati, 2005). Tidak menutup kemungkinan memperoleh varietas jahe tahan terhadap penyakit layu bakteri, dengan melakukan transformasi gen penginduksi mutasi yang disisipkan ke dalam plasmid kemudian dipindahkan ke dalam genom tanaman jahe, sehingga dapat diperoleh tanaman baru dengan ragam genetik yang lebih luas dan dapat dijadikan bahan seleksi untuk memperoleh varietas tahan terhadap penyakit layu bakteri.
Keberhasilan memproduksi tanaman transgenik ditentukan oleh empat komponen utama, yaitu: tersedianya vektor yang sesuai, tersedianya marker seleksi (selectable marker), teknik transformasi yang efisien dan teknik regenerasi (Kung, 1993). Meskipun vektor yang sesuai sebagai pembawa gen penginduksi mutasi sudah diperoleh dan marker seleksi sudah tersedia, untuk memperoleh varian jahe baru melalui rekayasa genetik, dibatasi oleh belum tersedianya teknik transformasi dan sistem regenerasi yang efisien.


Sumber:
Rostiana, Otih. 2004. Peluang pengembangan bahan tanaman jahe unggul untuk penanggulangan penyakit layu bakteri. Balai penelitian tanaman obat dan aromatik.

No comments:

Post a Comment

Sleep Loss and College Student Performance

The college experience is of great value in providing emerging adults with a structured environment in which they can gain the knowledge, sk...