BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya dalam ilmu taksonomi, seluruh makhluk hidup dikelompokkan ke
dalam dua kerajaan (kingdom) yakni
kingdom tumbuhan (kingdom plantae)
dan kerajaan hewan (kingdom animalia).
Pengelompokan tersebut didasarkan atas persamaan ciri-ciri atau persamaannya.
Tumbuhan mempunyai ciri-ciri tertentu, yakni mempunyai klorofil (zat hijau
daun) dan hewan mempunyai ciri-ciri tersendiri pula yakni dapat bergerak (Jasin,1992).
Dalam sebuah penelitian ditemukan adanya beberapa makhluk hidup bersel satu
yang sekaligus mempunyai ciri-ciri tumbuhan dan ciri-ciri hewan (mempunyai
klorofil dan dapat bergerak leluasa). Akhirnya sebagian ahli berpendapat bahwa
bahwa makhluk-makhluk hidup ini sebaiknya dikelompokkan ke dalam kingdom animalia,
filum protozoa. Di dalam uraian ini, kita mengikuti pendapat yang kedua.
Protozoa kita masukkan ke dalam kingdom animalia, kelompok avertebrata (Jasin,1992).
Protozoa berasal dari
kata protos yang artinya pertama dan zoon yang berarti hewan, jadi protozoa
adalah hewan yang pertama kali di kenali. Protozoa adalah organisme yang
tersusun atas satu sel sehingga bersifat mikroskopik. Untuk lebih mempermudah
mempelajarinya ahli biologi mengelompokkannya menjadi 4 kelas berdasarkan alat
geraknya (Jasin,1992).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari praktikum ini adalah:
1.
Bagaimana habitat protozoa (amoeba, paramecium dan euglena)?
2.
Bagaimana morfologi protozoa (amoeba, paramecium dan euglena)?
3.
Bagaimana anatomi protozoa (amoeba, paramecium dan euglena)?
4.
Bagaimana klasifikasi protozoa (amoeba, paramecium dan euglena)?
1.3 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1.
Untuk mengetahui habitat protozoa (amoeba, paramecium dan euglena)
2.
Untuk mengetahui morfologi protozoa (amoeba, paramecium dan euglena)
3.
Untuk mengetahui anatomi protozoa (amoeba, paramecium dan euglena)
4.
Untuk mengetahui klasifikasi protozoa (amoeba, paramecium dan euglena)
BAB II
Tinjauan Pustaka
Filum protozoa
merupakan hewan yang tubuhnya terdri dari satu sel. Nama protozoa berasal dari
bahasa latin yang berarti “hewan yang pertama” (proto = awal, zoon = hewan).
Hewan filum ini hidup di daerah lembab, misalnya di air tawar, air laut, air
payau, dan tanah, bahkan di dalam tubuh organisme lain. Protozoa ada yang hidup
bebas, komensal maupun parasit pada hewan lain. Hewan ini ada yang hidup
individual (soliter) dan ada pula yang membentuk koloni (Yusminah, 2007: 4).
Protozoa adalah organisme-organisme heterotrofik yang ditemukan di semua
habitat utama. Sebagian di antaranya hidup bebas, sedangkan yang lainnya hidup
sebagai parasit di dalam tubuh hewan. Sebagaian protozoa juga menjalani gaya
hidup simbiotik berupa komensalisme dan mutualisme. Protozoa parasitik
menyebabkan beberapa penyakit manusia yang paling tersebar luas dan
membahayakan. Pada umumnya, reproduksi protozoa adalah aseksual, tetapi terjadi
juga pola-pola seksual yang kompleks (George, 2006: 318).
Protozoa adalah hewan-hewan bersel tunggal. Hewan-hewan itu mempunyai
struktur yang lebih majemuk dari sel tunggal hewan multiseluler dan walaupun
hanya terdiri dari satu sel, namun protozoa merupakan organisme sempurna.
Karena sifat struktur yang demikian itu, maka berbagai ahli dalam zoology
menamakan protozoa itu selular tetapi keseluruhan organisme itu dibungkus
dengan satu plasma membrane. Protozoa itu kecil, berukuran kurang dari sepuluh
micron dan, walaupun jarang ada yang mencapai 6 milimeter (Rohmimohtarto, 2007:
107).
Protozoa membentuk suatu subkerajaan dari kerajaan protista dalam
klasifikasi lima kerajaan makhluk-makhluk hidup (Monera, protista, Plantae,
Fungi, dan Animalia). Mereka lebih primitive dari hewan. Bagaimanapun kompleks
badan-badan mereka dan banyak dari mereka sangat kompleks, semua struktur
berbeda tersebut berada di dalam satu sel. Tetapi beberapa protozoa mempunyai
stadium di dalam siklus hidupnya di mana tidak ada dinding-dinding sel diantara
nukleit, dan beberapa spesies membentuk koloni-koloni yang berenang sebagai
satu unit dan berisi organisme somatic dan reproduktif yang kelihatannya
berbeda. Protozoa berukuran mikroskopik, hanya sedikit yang dapat dilihat
dengan mata telanjang. Beberapa flagelata berisi klorofil dan oleh beberapa
dianggap sebagai algae, banyak species protozoa yang tidak berwarna, berbeda
dari yang hijau karena tidak mempunyai kromator, namun kehilangan kromator itu
dapat dibuat secara eksperimental (Radiopoetro, 1996: 83).
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Paramecium
sp
4.1.1
Hasil pengamatan
Hasil
|
Literatur
|
|
|
4.1.2
Pembahasan
1.
Air Jerami (Paramecium sp)
4.1.2.1
Morfologi
Hasil pengamatan yang kami lakukan
dapat diketahui bahwa pada sampel air jerami dapat ditemukan paramecium sp. Paramecium sp memiliki beberapa bagian tubuh
diantaranya silia, nucleus, vakuola
makanan yang berbentuk bulat dan bewarna bening atau transparan serta bergerak
berputar (helix). Pada pengamatan ini menggunakan mikroskop dengan perbesaran
10 x 10.
Adapun morfologi dari Paramecium
adalah berukuran sekitar 50-350 ɰm. yang telah memiliki selubung inti
(Eukariot). Paramecium bergerak dengan menggetarkan silianya, yang bergerak
melayang-layang di dalam air. Cara menangkap makanannya adalah dengan cara
menggetarkan rambut (silianya), maka terjadi aliran air keluar dan masuk mulut
sel. Saat itulah bersamaan dengan air masuk bakteri bahan organik atau hewan
uniseluler lainnya, memiliki vakuola makanan yang berfungsi untuk mencerna dan
mengedarkan makanan, serta vakuola berdenyut yang berguna untuk mengeluarkan
sisa makanan (George, 2006).
4.1.2.2
Anatomi
Berdasarkan hasil pengamatan,
paramecium berbentuk seperti sandal dengan sedikit cekungan di salah satu
sisinya. Bagian luar tubuh diselimuti oleh cilia yang berfungsi untuk
pergerakan. Dibagian dalamnya terlihat beberapa organel yaitu nucklus yang
berfungsi untuk mengatur kegiatan sel, vakuola makanan ini berfungsi sebgai
proses pencernaan makanan.
Adapun
anatomi dari Paramecium menurut Rohmimohtarto dalam bukunya Zoologi Invertebrata
(2007) menjelaskan bahwa Paramecium memiliki
bentuk oval, seperti sandal, bulat di bagian depan atau atas dan menunjuk di
belakang atau bawah. Kulitnya tipis dan
elastis. Adapun yang menutupi kulit tipis adalah rambut-rambut kecil banyak,
yang disebut silia. Lubang bagian belakang disebut pori anal. Pada bagian luar Paramecium ditemukan vakuola kontraktil
dan kanal. Dan bagian dalam Paramecium terdapat sitoplasma, trichocysts,
kerongkongan, vakuola makanan, makronukleus dan mikronukleus itu sendiri.
4.1.2.3
Reproduksi
Reproduksi
Paramecium adalah secara seksual dan aseksual, secara seksual yaitu oral grove
saling melekat kemudian inti makro
melebur dan mengalami serangkaian pembelahan, setelah pembelahan inti mikro
dari setiap Paramecium berpindah ke area diantara kedua Paramecium, dan membelah
secara mitosis, inti mikro melebur membentuk satu inti mikro disetiap
Paramecium melalui serangkaian proses pembelahan, kemudian terbentuklah inti
makro, dan kedua Paramecium memisahkan diri dan setiap Paramecium membelah dan
menghasilkan empat Paramecium muda.
Reproduksi secara aseksual yaitu dengan cara berkembang biak dengan
membelah diri atau pembelahan biner. Pembelahan diawali dengan pembelahan
mikronukleus, diikuti pembelahan makronukleus. Setelah itu terjadi
penggentingan membran plasma dan akhirnya terbentuklah sel anak. Masing-masing
sel anak identik, mempunyai dua nukleus, sitoplasma dan alat sel lainnya (Rohmimohtarto,
2007).
4.1.2.4
Habitat
Paramecium hidup diperairan,
biasanya dapat ditemukan pada air sawah maupun jerami. Berdasarkan hasil
pengamatan, paramecium ditemukan di air jerami saja, pada air sumur, sungai dan
kolam tidak ditemukan paramecium, mungkin karena kurangnya ketelitian praktikan
dalam mengamati air sampel.
4.2
Euglena sp
4.2.1
Hasil Pengamatan
Hasil
|
Literatur
|
|
|
4.2.2
Pembahasan
2.
Air Jerami (Euglena sp)
4.2.2.1
Morfologi
Menurut
hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa Euglena sp
ini memiliki bentuk oval,dan memeiliki flagel di interior. Euglena sp ini memiliki ciri-ciri diantaranya berflagel, memiliki
bintik mata (eyespot) dan juga terlihat warna hijau pada tubuhnya. Pada
pengamatan ini terlihat Euglena sp
berjalan sangat cepat, sehingga bagian tubuh yang lainnya tidak
terlihat.
Adapun
morfologi dari Euglena yaitu memiliki
tubuh yang menyerupai gelendong dan diselimuti oleh pelikel Euglena
viridis. Ukuran tubuhnya 35 – 60 mikron dimana ujung tubuhnya meruncing dengan
satu bulu cambuk. Hewan ini memilki stigma (bintik mata berwarna merah) yang
digunakan untuk membedakan gelap dan terang. Euglena juga memiliki kloroplas
yang mengandung klorofil untuk berfotosintesis. Euglena memasukkan makanannnya
melalui sitofaring menuju vakuola dan ditempat
inilah makanan yang berupa hewan – hewan kecil dicerna (Rohmimohtarto,
2007).
4.2.2.2
Anatomi
Berdasarkan pengamatan ini terdapat
flagel yang berfungsi untuk alat pergerakan, flagel ini terletak di anterior
dekat stigma (bintik mata). Pada bagian dalamnya terlihat bintik mata bewarna
merah, bintik mata ini berfungsi seperti halnya mata, tetapi sensitif terhadap
cahaya yang terang, sehingga ketika ada cahaya yang terang euglena ini
cenderung menjauh. Pada tubuhnya tampak warna kehijauan, menurut Rohmimohtarto
(2007) warna kehijauan pada euglena adalah kloroplas, sehingga walaupun euglena
termasuk protozoa tetapi euglena masih dapat membuat makanan sendiri.
Adapun
anatomi dari Euglena yaitu memiliki satu flagella yaitu ekor sebagai alat
gerak, satu panjang dan satu pendek organisme ini dapat melakukan simbiosis
dengan jenis ganggang tertentu dan tubuhnya dapat memancarkan sinar bila
terkena rangsangan mekanik. Untuk reproduksi Euglena berkembang biak secara
vegetatif, yaitu dengan pembelahan biner secara membujur. Pembelahan ini
dimulai dengan membelahnya nukleus menjadi dua. Selanjutnya flagel dan sitoplasma
serta selaput sel juga terbagi menjadi dua. Akhirnya terbentuklah dua sel
Euglena baru. Sistem sirkulasi euglena mengambil zat organik yang terlarut di
sekitarnya. Pengambilan zat organik dilakukan dengan cara absorbsi melalui
membran sel. Selanjutnya, zat makanan itu dicernakan secara enzimatis di dalam
sitoplasma (Yusminah, 2007).
4.2.2.3
Habitat
Adapun
habitat dari Euglena adalah di air tawar
dan melimpah di daerah ini, seperti di kolam peternakan atau parit saluran air,
yang mengkonsumsi kotoran binatang.
Secara
umum Euglenophyta mempunyai cara hidup yang lengkap yaitu dapat bersifat
saprofit (heterotrof pada hewan yang sudah mati yang mengandung bahan organik),
holozoik (menyerap bahan makanan) fototrofik sehingga dapat hidup secara
heterotrof, sedangkan autotrof dilakukan apabila lingkungan kurang terdapat
bahan organik. Oleh karena Euglenophyceae dapat bersifat heterotrof maupun
autotrof maka Euglenophyceae disebut bersifat miksotrof.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan
pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa :
1.
Perbedaan
yang signifikan dari kedua sepsies ini, jika dilihat dari habitat Paramecium sp
yang ditemukan hidup di daerah perairan, biasanya dapat ditemukan pada air
sawah maupun jerami, dan
habitat
dari Euglena sendiri di air tawar.
2.
Anatomi
dan morfologi dari kedua spesies ini tidak jauh berbeda hanya beberapa bagian
tertentu dari tubuh kedua spesies ini yang membedakannya. Keduanya memiliki
nucleus, vakuola makanan, dan tentunya memiliki ukuran yang berbeda. Selain
itu, kedua spesies ini masing-masing memiliki suatu system yang membantu
pergerakan mereka. Paramecium
sp dilengkapi dengan rambut getar atau silianya
sedangkan Euglena sp dilengkapi dengan flagelnya.
3. Klasifikasi Euglena sp yaitu :
Kingdom :
Excavata
Divisi : Eugnelophycota
Class :
Euglenoidea
Ordo : Euglenales
Family : Euglenaceae
Genus : Euglena sp
4. Klasifkasi Paramecium
sp yaitu :
Kingdom :
Protista
Filum : Ciliophora
Class : Ciliatea
Subkelas :
Rhabdophorina
Ordo :
Peniculida
Subordo
: Hymenostomatida
Family : Parameciidae
Genus : Paramecium
Species : Paramecium sp
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan setelah melakukan
praktikum ini adalah agar praktikan lebih memperhatikan kondisi bahan, agar
organisme yang diamati lebih banyak.
DAFTAR
PUSTAKA
George
H, Fried. 2006. Biologi Edisi Kedua.
Jakarta: Erlangga
Hala,
Yusminah. 2007. Biologi Umum 2. Makassar:
UIN Alauddin Press
Jasin, Maskoeri. 1992. Zoologi Invertebrata. Surabaya:
Sinar Wijaya
Radiopoetro.
1986. Zoologi Avertebrata.
Jakarta: Erlangga
Rohmimohtarto. 2007. Zoologi Invertebrata. Jakarta : Pustaka
No comments:
Post a Comment